memikirkan apa yang seharusnya tidak aku pikirkan--tentang kehilangan--ah sesuatu yang sangat tidak ingin aku bicarakan sebenarnya. finda, dia adik kelasku saat aku sekolah SMA dulu. tidak ada yang spesial kita saling kenal seperti adik dan kakak kelas seperti pada umumnya. ya mungkin tadinya kita tidak mengenal satu sama lain, namun bagaimana kita tidak saling mengenal jika pergi dan pulang sekolah selalu saja menaiki angkot dengan jurusan yang sama--kampung lama--ya walau kemungkinan pergi dan pulang berbarengan itu sangatlah kecil. tapi entah bagaimana tuhan merencanakannya. kita selalu saja menaiki angkot yang sama.
menceritakan kenangan mungkin bukan hal sulit untuk kebanyakan orang. entah itu menyakitkan atau menyenangkan. atau mungkin kedua-duanya? yang berawal menyenangkan tapi berakhir menyakitkan. atau kebalikannya? entah. namun, kebanyakan orang tetap mudah menceritakannya. tapi berbeda denganku. aku dengan finda tidak ada hubungan atau jalinan spesial apapun. pacar atau bahkan mungkin cuma sekedar sahabat. kita hanya saling sebatas mengenal dan tahu. saling bertatap dan berpapasan saja.
tapi mungkin itu kesalahanku. yang menganggap ini hanya hal biasa. setelah akhirnya dinda, teman dekat finda mengatakan kepadaku. aku juga berfikir kenapa dengan tiba-tiba dinda ingin berbicara denganku, pada saat jam istirahat sekolah, pada saat pertama masuk pembelajaran semester baru. entah darimana, dinda tau aku dan ingin berbicara denganku.
"kak, kak bayu"
"iya, kamu siapa? ada apa?"
"aku dinda, temen sekelasnya finda, bisa dibilang temen paling deket di kelasnya. ini ada titipan dari finda"
"oh iya, memang finda kenapa"
"yaudah aku mau ke kantin dulu kak, makasih"
entah kenapa, mungkin aku yang begitu kaget tiba-tiba ada yang mencari dan ingin berbicara denganku. padahal di sekolah aku termasuk siswa yang paling pendiam. finda mengirimiku sebuah surat. atau mungkin bisa dibilang lipatan kertas buku yang disobek tengahnya dan dilipat menyerupai amplop. dan yang paling mengagetkan. selama ini aku dan finda hanya mengenal sebatas nama dan wajah. kita tidak saling mengobrol sebelumnya. namun sesekali atau bahkan sering mataku dan matanya bertemu di dalam angkot yang sarat penumpang. dan kita sama-sama saling berdesak dan melempar senyum jauh. mungkin diantara kita merasakan kehebohan kernek angkot yang memaksa menaikan penumpang. dan atau mungkin diantara kita yang saling ingin berbicara namun sulit untuk membuka percakapan.
saat itu aku tidak langsung membukanya di dalam kelas setelah jam istirahat selesai. aku terlalu canggung untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa aku lakukan. apalagi yang berhubungan dengan perempuan. dandengan latar belakangku yang pendiam. jika aku membuka dan membacanya langsung di kelas. apa yang akan dikatakan wahyu teman sebangkuku. apa yang dikatakan diki, bagus, dan lain-lain. ah, atau mungkin aku saja yang memang tidak terbiasa dengan hal-hal seperti ini. yang sampai membayangkan apa saja yang akan terjadi dilihat secara negatifnya. jam pelajaran selesai. aku bergegas pulang dan menunggu angkot yang biasa kunaiki di depan gerbang sekolah, angkot nomor 15. ada rasa debar yang berbeda dari biasanya, karena ingin membaca sepenggal tulisan dari finda. ada pula rasa cemas, yang berbeda dari biasanya. karena finda tidak kelihatan hari ini.
setelah sampai di rumah. di dalam kamarku. tanpa peduli dengan seragam dan sepatu yang masih aku kenakan. aku buka pesan dari finda. di atas meja belajar. di dalam kamar.
sedikit tulisan yang aku lihat samar. setengah halaman penuh. dengan tulisan finda yang kecil, rapat, namun rapi. setelah aku pakai kacamata -3 ku. aku lihat ia berkata
"kak bayu, aku senang bersekolah disini. aku senang bisa kenal dengan teman-temanku. teman yang baik dan perhatian. orang tua aku bercerai. aku ikut dengan ibu, yang memilih kembali ke desa dimana kakek nenek, atau ayah ibunya ibuku tinggal. namun diantara waktu yang pernah aku lalui disana--di sekolah ini--hal yang paling aku suka adalah kebiasaan kita. diam-diam kita. senyum-senyum malu kita. dan percakapan mata kita yang sering kali tak menghiraukan keadaan, yang sering kali tiba-tiba membuat kita menjadi patung. sampai akhirnya kita saling tahu nama kita masing-masing. sampai akhirnya kebiasaan itu selalu kita lakukan sampai hari dimana pembagian raport semester kemaren. aku tidak tau ini apa namanya kak, namun ada sesuatu rasa yang aku tidak bisa untuk tidak melihatmu di angkot. rasa ingin selalu melihatmu kak. namun ibu marah jika aku menceritakan perasaan kepada kakak ini kepada ibu. kata ibu, 'sudah kamu jangan berbicara tentang anak dari perempuan yang merebut ayah kamu' aku nangis kak, aku 'speechless' kak. aku gatau harus ngapain lagi. saat itu aku ingin ketemu kakak, aku ingin lihat mata kakak, senyum kakak, bahkan aku ingin memeluk kakak dan menangis disana. kak, percaya. jika nanti ada seseorang seperti aku yang selalu melakukan kebiasaan ini nantinya, di dalam angkot, kelak. tidak lain itu adalah aku. aku sayang kakak. mungkin itu kata-kata yang menyimpulkan perasaan aku. finda"
"jika tuhan memberikan kita mulut untuk tersenyum. mengapa kita tidak mampu melihat senyuman kita sendiri. jika tuhan memberikan sepasang mata kita untuk melihat. mengapa kita tidak mampu melihat mata kita sendiri. selain dari orang lain. dan aku hanya ingin dia yang melakukannya untukku" hatiku berkata diam-diam, mataku kehilangan kendali menjatuhkan hujan tidak kira-kira