FRIENDSHIP WILL NEVER
END
Percayalah
kalian, bahwa masa Sma adalah masa remaja yang paling tidak dilupakan. Bisa
dibilang masa paling indah bagi para penyair amatir. Disana masa remaja kita
telah tumbuh dan siap bermetamorfosis untuk mencari jati dirinya. Mencari apa
yang ada pada pemikirannya, dan tentu pemikiran-pemikiran yang akan
direalisasikan. Dalam waktu dekat, atau dalam jangka panjang.
Disana—di masa
SMA—ada masa-masa yang mungkin baru pernah kalian alami bukan? Masa-masa
mengenal cinta pertama, masa-masa melarikan diri pas jam pelajaran berlangsung,
masa-masa merasakan baru pertama kalinya bebas berkendara motor karena baru
punya SIM. masa-masa pertama kalinya bangun siang gara-gara semalaman begadang
dengan teman nongkrong. Menikmati malam dan beberapa rokok yang masih ngeteng
gara-gara uang saku yang masih pas-pasan.
Dan pasti
selalu saja ada hal yang akan kalian ingat begitu saja ketika seseorang—atau
anggap saja aku—mengatakan SMA. Entah itu kenangan-kenangan manis dan pahit,
kalian pasti akan dengan gampangnya mengingat ingatan tersebut. Karena
percayalah, ingatan tidak akan pernah bisa melupa begitu saja, sehebat apa kau
bisa mampu melupa.
Ini adalah buku
kenang-kenanganku waktu SMA. Bukunya sebenarnya tipis, tapi terlihat agak tebal
dengan hard cover yang menjadi sampul bukunya. Ukurannya mungkin agak sama
sebesar buku cetak matematika, yang mungkin juga sangat jarang kau membacanya.
Karena kau tau semua tugas ada di LKS dan materi-materipun sudah dijelaskan
pada saat kegiatan belajar mengajar. Tapi tetap saja aja yang berbeda,
bentuknya persegi, semua sama sisi.
Buku ini
sekarang tinggal di rak buku—yang kubuat sendiri dari kayu bekas lemari
pakaian—ia berada di paling kiri jejeran koleksi-koleksi bukuku sekarang. Aku
sengaja meletakannya dipaling kiri. Bukan agar tak terlihat langsung oleh mata,
karena posisinya paling ujung. Melainkan memang koleksi-koleksi bukuku aku
urutkan bedasarkan yang paling tebal dan besar, sampai yang paling kecil. Dari
kiri hingga kanan. Tak ada alasan tertentu sebenarnya, agar ingin tampak
terlihat rapi saja.
Buku ini tak
mempunyai penerbit. Tapi mempunyai hak cipta. Ya, semoga kalian tau. Hak cipta
itu otomatis dimiliki oleh penulis, tanpa harus menggunakan embel-embel penerbit. Ya walaupun buku
itu akhirnya diterbitkan. Hak cipta—desain dan layout—dimiliki oleh para
panitia pembuatan buku ini. Sebentar, mungkin kalian agak bingung atau pula
risih membaca buku ini ya walau sudah dilampirkan di dalam postingan.
Yasudah, aku akan mengganti kata-katanya menjadi yearbook. Bukan supaya terlihat gaul atau mengikuti gaya-gaya
bahasa asing. Yearbook, sesuai artinya dalam bahasa nasional kita buku tahunan.
Yearbook ini
aku tak tau pasti ada berapa halaman. Tidak ada nomor halaman ditiap lembar
kertasnya. Dan tidak ada daftar isi, untuk membantu pembaca menuju ke halaman
berapa yang dicarinya. Ya walaupun nanti akan diketahui jika memang sengaja
dihitung dari awal. Tapi, aku memang malas menghitungnya. Salah satu hal yang
aku suka dari yearbook ini, adalah soal garansi. Garansinya satu tahun penuh. Busyet kaya laptop aja ada garansinya, 1
tahun lagi itulah pemikiran pertamaku saat pertama membaca halaman
pertamanya. Hingga akupun pernah berfikir, jika 1hari sebelum garansi bukunya
habis. Kubiarkan yearbook ini dimakan tikus, agar bisa diganti yang baru. Haha,
memang pemikiran jaman SMA yang labil. Apalagi dengan status yang baru aja
lulus.
Yearbook ini
bukan buku novel atau kumpulan cerita atau apalah itu. Isinya foto-foto di
jaman SMA dulu. Foto-foto yang memang sengaja dibuat untuk keperluan yearbook
ini. Mungkin pembuat—panitia pembuatan yearbook—berfikiran ini memang akan
dikenang nanti di masa-masa mendatang. Maka dari itu kami—siswa yang mau
lulus—untuk membuat foto-foto untuk dimasukan ke yearbook. Temanya bebas, asalkan ada foto-foto siswa sekelas. Kata si pembuat
yearbook ini.
halaman pertama
yearbook ini adalah tulisan nama sekolahku. Lalu dibaliknya, ada foto setengah
halaman ibu kepala sekolah dengan kata-kata pengantar dan sebagainya. Aku, atau
kami—siswa SMA—mungkin akan memaklumi hal tersebut. Karena beliau memang kepala
sekolah, bukan seorang model yang sedang mengikuti lomba foto dan lomba tulis
kata pengantar atau sambutan. Setelah itu ada beberapa kolom dan baris yang
memperlihatkan foto-foto guru. Semua guru, bahkan bagian TU dan penjaga
sekolah. Ada yang saya bingung waktu itu, kenapa guru killer sekalipun saat di
foto itu tersenyum? Kenapa tidak muka asli judesnya saja?
Para creative
crew, yang dalam masalah ini adalah si panitia pembuatan yearbook. Tampil
narsis di halaman selanjutnya. Dan yang paling ditunggu. Karena dulu aku adalah
siswa 12 IPA 1 maka tidak harus dengan undian atau semacamnya, pasti kelasku
akan muncul pertama sebagai pembuka. Dan ternyata, fotoku terpampang disana
dengan bergandengan tangan dengan teman-teman sekelas, selayak pasangan suami
istri yang baru saja naik pelaminan dan langsung minta difoto. Setiap kelas
menceritakan cerita meraka masing-masing. Ada yang menceritakannya dengan model
komik jepang, setiap siswa berpose lalu ditambah kata-kata nyleneh saat proses
editing. Ada yang menceritakan tentang kejadian lucu-lucunya di kelas. Tentu,
dengan sengaja atau tanpa disengaja. Yang jelas Temanya bebas, asalkan ada foto-foto siswa sekelas. Begitu kata
panitia. Pokoknya macam-macam, dan kreasinyapun bagus-bagus.
Kelasku membuat
cerita tentang permainan tradisional. Karena kelas kami beranggapan, semakin
maju jaman dan teknologi. Semakin dilupakan pula permainan-permainan
tradisional. Siswa kelas kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok
memainkan salah satu permainan tradisional. Dan tentu, karena ini kami buat
sengaja. Tak jarang pula ketika diambil gambarnya aku, dan teman-teman lainpun
berpose se-nyleneh dan seheboh
mungkin. Karena dari awal memang sudah diberi tau. Apalagi aku, yang selalu
beranggapan bahwa yearbook ini adalah kenangan satu-satunya yang akan tetap
abadi, meskipun aku nanti sengaja melupa. Yearbook ini akan tetap ada dan
mengingatkan apa yang telah sengaja dilupa.
Diantara isi
dan segala macam-macamnya di yearbook ini. Aku paling suka dengan sampul
bukunya. bukan hanya tentang gambarnya, yang menggambarkan sepasang tangan
sedang berjabatan. Yang mengisyaratkan yang kalian pasti tau alasannya. Tapi
tentang judul buku yang selalu membuatku tidak ingin—dengan sengaja—melupa
begitu saja. “FRIENDSHIP WILL NEVER END”
Mohamad Latif
Afadyra 12 November 2013
0 comments:
Post a Comment