Sunday, November 23, 2014
Thursday, August 7, 2014
Aku Ingin Sekali Mengatakannya
aku terlalu egois
dengan perasaan yang pengecut ini
pintu yang kemarin hanya aku tutup
tanpa pernah aku lupa kunci
dibukakan olehmu
tanpa rasa lebih
aku tak pernah berpikir sebelumnya
bagaimana cara untuk bisa menyimpulkan
sesuatu yang bahkan tidak pernah aku lalui
lewat senyumanmu
aku jadi teringat
tentang segelas mochacinoo
di bangku bambu
kita menyaksikan foto-foto dengan tawa
dan saling mengejek video-video sederhana
dengan amat sangat bahagianya
tapi waktu justru sangat terlalu
untuk aku ketahui
sebagai jalan pulang yang paling cepat
aku jadi teringat
tentang sepiring tahu kupat
kita pertama kali makan berdua disana
walau dengan skenario yang rumit
aku sangat menyukainya
senyumnya...
rapi gigi geliginya...
matanya...
pandangannya...
semuanya... semuanya...
tapi waktu juga justru sangat terlalu
untuk aku ketahui
sebagai jalan pulang yang paling cepat
aku merasa akan banyak bulan bahkan tahun
(setelah kau tau bagaimana sekecil kutu
bisa hidup dan tak mati-mati di kepalaku)
menghabiskan dengan segala masalah-masalah
konflik-konflik
tangisan-tangisan
kesenangan, kedamaian, kesejukan
perhatian, segala tentang kepedulian
apapun itu
segalanya sampai habis bersamamu
sebelumnya
aku hampir putus apa
aku tidak lagi mau untuk kehilangan yang berikutnya
tapi aku memang sudah terlalu jatuh cinta
lalu aku umumkan
Untuk segala keterbatasanmu
Untuk segala kesedihanmu
Untuk segala hal atau sesuatu
Untuk segala yang bahkan belum pernah kau lalui
Aku ingin menjadi waktu
yang detikkannya sama,
seperti detak di dalam jantungmu
dengan perasaan yang pengecut ini
pintu yang kemarin hanya aku tutup
tanpa pernah aku lupa kunci
dibukakan olehmu
tanpa rasa lebih
aku tak pernah berpikir sebelumnya
bagaimana cara untuk bisa menyimpulkan
sesuatu yang bahkan tidak pernah aku lalui
lewat senyumanmu
aku jadi teringat
tentang segelas mochacinoo
di bangku bambu
kita menyaksikan foto-foto dengan tawa
dan saling mengejek video-video sederhana
dengan amat sangat bahagianya
tapi waktu justru sangat terlalu
untuk aku ketahui
sebagai jalan pulang yang paling cepat
aku jadi teringat
tentang sepiring tahu kupat
kita pertama kali makan berdua disana
walau dengan skenario yang rumit
aku sangat menyukainya
senyumnya...
rapi gigi geliginya...
matanya...
pandangannya...
semuanya... semuanya...
tapi waktu juga justru sangat terlalu
untuk aku ketahui
sebagai jalan pulang yang paling cepat
aku merasa akan banyak bulan bahkan tahun
(setelah kau tau bagaimana sekecil kutu
bisa hidup dan tak mati-mati di kepalaku)
menghabiskan dengan segala masalah-masalah
konflik-konflik
tangisan-tangisan
kesenangan, kedamaian, kesejukan
perhatian, segala tentang kepedulian
apapun itu
segalanya sampai habis bersamamu
sebelumnya
aku hampir putus apa
aku tidak lagi mau untuk kehilangan yang berikutnya
tapi aku memang sudah terlalu jatuh cinta
lalu aku umumkan
Untuk segala keterbatasanmu
Untuk segala kesedihanmu
Untuk segala hal atau sesuatu
Untuk segala yang bahkan belum pernah kau lalui
Aku ingin menjadi waktu
yang detikkannya sama,
seperti detak di dalam jantungmu
Tuesday, June 3, 2014
Kukunci Kamarku (2)
![]() |
picture is taken from here |
aku dikabarkan seekor kepulangan burung dara
di kakinya terselip selembar kertas
kertas itu kosong
hanya berisi hantu-hantu yang tak kasat mata
mencoba menghiburku tentu
dengan cekikikannya
dua jam yang lalu
tidak, bahkan bisa lebih dari yang kau baca barusan
dengan sebuah gitar di pelukku
dan beberapa kunci yang tiba-tiba saja
membuatku amnesia
-aku tak ingat akan menyanyikan lagu apa
hujan, lagi-lagi hujan
hujan di pikiranku
entah jatuhnya dari mana
semuanya mengalir dan membuat sungai di pipiku
sepasang sayap lalu tiba-tiba mendarat di muka
tanpa tubuh dan sepasang matanya
ia habis terbunuh, ditembak oleh tentara bayaran
lalu tiba-tiba sayap yang kiri lepas dahulu
dan yang kanan kemudian
di kakiku, aku lihat diriku
menunduk sendirian
-pelangi tak muncul, aku kembali memejamkan mata
aku dikabarkan oleh seekor kepulangan burung dara
jika awan-awan hitam yang datangnya dari selatan
tidak akan menurunkan hujan disini
mereka hanya lewat
mendengarkan apa yang tidak berdegup di jantungku
sampai sepuluh menit yang lalu, aku berfikir
kau tidak akan tau
bagaimana kesepianku
Monday, June 2, 2014
Kukunci Kamarku
tidak ada yang dapat tumbuh di pikiranku
semuanya hilang setelah berpuluh-puluh lingkaran jam dinding
mendapatiku tetap berada tak jauh dari batas tutup kelopak mata
sebuah gitar yang diam
dijatuhi hujan-hujan yang tak menetes
satu jam lagi genap dua puluh empat
secangkir kopi tak pula habis termakan waktu
ingin sekali aku berlari
ke arah mana saja
yang jelas bukan jalan raya
karena seringkali aku tersesat disana
lalu kutulis sebuah sajak
-seperti ini
di halaman belakang yang tak terlihat
dari tamu-tamu yang berdatangan
sebab, mereka hanya mengerti
sebuah manis dari teh gelas dengan pemanis buatan
seseorang
setiap orang
semua orang
berpendapat, cinta memang begini
menggerus pasir pantai yang diam
dibawa jauh-jauh ke dasar tenggelam
tidak ada yang tumbuh di pikiranku
mataharipun enggan untuk tau
juga bulan yang belum sepenuhnya utuh
kau hanya tersenyum di balik kerah baju
-aku ingin bunuh diri saja
beberapa buku telah kuselesaikan
aku makan tiap lembarnya
aku bakar tiap kalimatnya
mereka habis hampir dua puluh empat
berkali-kali lipat
-tidak ada yang mendapatiku
semuanya hilang setelah berpuluh-puluh lingkaran jam dinding
mendapatiku tetap berada tak jauh dari batas tutup kelopak mata
sebuah gitar yang diam
dijatuhi hujan-hujan yang tak menetes
satu jam lagi genap dua puluh empat
secangkir kopi tak pula habis termakan waktu
ingin sekali aku berlari
ke arah mana saja
yang jelas bukan jalan raya
karena seringkali aku tersesat disana
lalu kutulis sebuah sajak
-seperti ini
di halaman belakang yang tak terlihat
dari tamu-tamu yang berdatangan
sebab, mereka hanya mengerti
sebuah manis dari teh gelas dengan pemanis buatan
seseorang
setiap orang
semua orang
berpendapat, cinta memang begini
menggerus pasir pantai yang diam
dibawa jauh-jauh ke dasar tenggelam
tidak ada yang tumbuh di pikiranku
mataharipun enggan untuk tau
juga bulan yang belum sepenuhnya utuh
kau hanya tersenyum di balik kerah baju
-aku ingin bunuh diri saja
beberapa buku telah kuselesaikan
aku makan tiap lembarnya
aku bakar tiap kalimatnya
mereka habis hampir dua puluh empat
berkali-kali lipat
-tidak ada yang mendapatiku
Friday, April 18, 2014
Akhirnya Kau Datang Juga
albumhitam
10:23:00 AM
albumhitam, awan, cinta, detak, handphone, jam, kangen, kepulan, meledak, nai, petasan, puisi, puisicinta, rindu, rumah, sajak, sajakcinta, subuh, teras, untukmu
1 comment

![]() |
picture is taken from here |
aku ingin kita berada
di penghujung waktu dua belas
hujan merambat naik kemudian
bersama kangen yang baru saja pecah
lirik detik di jam tanganmu
tak secepat detak di dalam dadaku
mereka kembali
satu-persatu
dengan dan atau tanpa seluruh tubuhnya
malam bersama sebuah teras dan sebuah bangku
di rumahku yang tak rumahmu
dan sebentar lagi hujan naik
bersama kepulan-kepulan asap kesepian
yang lambat laun
kian tahun menjadi awan
satu dan beberapa kali letupan
petasan-petasan yang meledak di bayangan
memberitahukanku
beberapa pesan yang masih belum sempat kau balas
aku juga tak tau
mengapa aku seperti ini
lingkaran hitam di kedua mataku
tak sempat berpaling menatap layar handphone
satu jam hingga beberapa hari
satu teguk hingga beberapa gelas
juga beberapa ratus cerpen
yang kubaca hingga berulang kali
meskipun sudah aku tamatkan dengan judul yang sama
tuhan, jangan pernah kau ambil ingatanku
aku ingin mengingat semuanya
yang sakit atau yang menyakitkan
yang duka dan selalu bersahabat dengan air mata
juga sebuah malam dimanapun itu
ketika kau selalu memberikanku wahyu
untuk tidak pernah berpaling
untuk selalu menunggu
oh, lalu tiba-tiba ia muncul seketika
meminta untuk bersandar di salah satu pundakku
memelukku dengan salah satu tangannya
dan menciumi bau keringatku yang ia suka
ketika subuh jatuh di telingaku
ketika hujan tak jadi naik ke atas-atas
kau selalu saja membuatku
untuk mencintaimu penuh tanpa rasa ragu-ragu
Tuesday, April 15, 2014
Aku Tau Kau Sangat Suka Sekali Teddy Bear
albumhitam
1:23:00 PM
aku, albumhitam, boneka, cinta, dekat, kau, mainan, nyaman, puisi, sayang, suka, teddy bear
No comments

terkadang
aku memang ingin menjadi sebuah mainan
entah
boneka atau apa saja
karena
di sisimu
selalu
membuatku terasa lebih nyaman
Friday, March 7, 2014
Beberapa tentang kata-kata dan suara
bagaimana jika kata-kata dan suara di dunia ini menghilang
mungkin hanya dengan pelukan, seseorang akan tau bahwa ia benci kesendirian
mungkin hanya dengan diam, seseorang akan tau bahwa cinta memang tak harus berkata-kata
bagaimana jika kata-kata dan suara di dunia ini menghilang
mungkin tidak ada rasa takut atau rasa cemburu yang bisa diungkapkan
mungkin tidak ada rasa sayang dan cinta yang bisa kita tau
selain dengan diam dan sebuah pelukan
mungkin hanya dengan pelukan, seseorang akan tau bahwa ia benci kesendirian
mungkin hanya dengan diam, seseorang akan tau bahwa cinta memang tak harus berkata-kata
bagaimana jika kata-kata dan suara di dunia ini menghilang
mungkin tidak ada rasa takut atau rasa cemburu yang bisa diungkapkan
mungkin tidak ada rasa sayang dan cinta yang bisa kita tau
selain dengan diam dan sebuah pelukan
Sunday, February 23, 2014
Ada Sesuatu yang Hendak Saya Katakan Kepada Kau
sebelum kata 'terimakasih'. ijinkanlah saya mengucapkan 3 hal kepada kau
1. senyuman
sudah lama saya berada. bukan di sebelah mana-mana. tapi tenggelam di dasar paling dalam. lengkung senyuman kau yang selalu saja membuat saya terpeset disana. dan bukan sebagai apa-apa. saya juga tidak tau, entah mengapa senyuman itu (senyuman kau) selalu saja membuat saya terbang walau saya tak memiliki sayap. banyak hal yang masih belum kau tau tentang kerapuhan saya ini ketika melihat senyuman kau. banyak hal yang masih belum kau tau tentang kelumpuhan saya ketika kau menatap saya sambil tersenyum seperti itu. Dan ijinkanlah saya membuat pernyataan yang bunyinya seperti ini. 'Bahwa tidak ada yang mampu menghipnotis saya, seperti kau. apalagi dengan senyuman yang selalu kau berikan itu'
2. mata
saya sangat suka pada kedua mata kau, selain senyuman itu. apalagi saat mata itu tepat melihat ke mata saya yang kosong, apalagi saat mata itu tepat memperhatikan saya diam-diam. sebenarnya saya sedikit tak suka melihat kau menangis. karena saya lebih suka melihat mata kau tertutup oleh kedua kelopak mata yang bulu matanya masih panjang-panjang, ya kau terlihat lebih manis daripada harus menangis. dan ya, saya lebih suka seperti itu. maka untuk kedua kalinya, hal kedua ini membuat saya kembali jatuh cinta
3. unknown
saya juga masih tak tau. saya tak bisa menjelaskannya entah itu apa. yang pasti, sesuatu yang belum bisa saya sebutkan disini. sudah benar-benar membuat saya yakin menjatuhkan cinta kepada kau
terimakasih
Monday, February 3, 2014
Untuk Amal
Anggap saja aku
ialah seseorang yang baik selama ini, selama hidupmu—hidup kita. Mungkin benar
katamu. Kesedihan diciptakan karena adanya kebahagiaan. Tapi bukan
semata-mata kita tidak boleh bersedih—menangis—karena kebahagiaan itu terlalu
sangat dirasakan olehmu. Karena kesedihan bukanlah suatu penyakit. Yang dimana kau selalu merasa
tersakiti—apapun itu, entah perasaan, hati, jiwa, dan dunia. Tapi, ketahuilah.
Aku ingin sekali kau berhenti menangis. Sebentar saja, selama hidupku.
Entah aku-pun
juga tidak tau. Kau selalu saja menganggap dirimu adalah orang yang tidak cengeng—gampang
menangis—tapi aku selalu saja memergokimu menangis ketika dalam keadaan yang tidak
biasa. Bahkan tangisanmu itu selalu saja terlalu gugup, terlalu mengambil nafas
yang dalam setiap detiknya. Apalagi dengan air mata yang sudah menjebol bendungan di kelopak matamu,
juga ingus yang sering kali kau hapus—tentu dengan apa saja, ditambah jika kau sedang
menangis begitu hebatnya.
—Kau selalu
saja menganggap dirimu adalah orang yang tidak cengeng. Tapi kenyataannya
tidak.
Aku juga tak
mengerti apakah perempuan sepertimu, atau memang kebanyakan perempuan seperti
ini—menangis, menangis, dan menangis. Mungkin menangis adalah hal wajah bagi
kebanyakan perempuan. Mungkin juga bagi mereka yang berperasaan berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Yang cenderung
mempunyai hati yang tidak keras(mudah tertusuk dan terluka). Kata sebagian dari
mereka, menangis itu ‘Melegakan’. Aku
sendiri tidak terlalu paham dan tidak terlalu mengerti. Sebagai laki-laki, aku
tentunya, mungkin menangis adalah hal yang aneh. Tapi tidak berarti laki-laki itu
tidak boleh menangis.
Menangis memang
tak melulu disangkut pautkan dengan air mata. Air mata mungkin bagiku, hanya
cara mengeluarkan rasa tangis dan sedih tersebut. Entah bagaimana kau
menilainya, entah itu salah atau benar. Tapi bagiku kau memang terlalu cengeng.
Untuk hal-hal yang aku anggap biasa, dan kau anggap tidak biasa. Ya mungkin
karena kita berbeda gender. Tapi sudahlah, kehidupan sudah merancang sistem yang sudah seperti itu.
Amal, aku juga
sebenarnya tak menginginkan apapun terjadi. Dalam konteks yang tidak pernah kau minta—dan aku juga minta. Namun Tuhan
memang lebih kuasa dari apapun, dari segalanya. Tapi untuk apa kau selalu
menyambutnya dengan tangis. Bukankah aku selalu tersenyum kepadamu? Dan bahkan
aku tak pernah menunjukan rasa sedihku sedikitpun kepadamu? Tapi mengapa kau selalu
menangis? Aku hanya berdarah saja, bahkan hanya di pergelangan tangan kiriku,
dan bukan di kepala. Aku hanya ingin mati waktu itu, tapi kau terus menangis.
Aku hanya ingin merasakan sakit yang paling sakit, agar aku tak merasakan sakit
lagi. Tapi kau terus saja menangis.
Aku tau kau
memang pemalu. Tentu, apalagi dengan cengengmu itu. Padahal aku belum sempat
menceritakan beberapa hal kepadamu—tentangku—tapi kau sudah menangis terlebih
dahulu. Amal, mungkin benar katamu. Cinta tak selalu saja tentang kasih sayang
dan semacamnya. Cinta juga butuh sesuatu yang lain. Dan saat itu aku setuju,
bahkan setuju sekali. Baru pernah seseorang sepertimu menjelaskannya kepadaku.
Aku tak tau masalah cintamu, tapi kau selalu saja tau—ingin selalu mencari
tau—tentangku. Entah orang macam apa kau ini, ingin mencari tau segala sesuatu
yang aku lakukan. Apa karena rasa sayangmu? Entahlah, tapi semoga saja memang
benar. Karena saat ini aku sedang meng-aamiin-kannya.
Amal, aku hanya
ingin mati, tapi kau terus saja menangis. Aku hanya ingin merasakan sakit yang
paling sakit, agar aku tak merasakan sakit lagi. Tapi kau terus saja menangis.
Semoga kau masih ingat kata-kataku tadi. Ya, yang kita bicarakan waktu itu. Kau
bahkan mengetahuinya bukan? “Biarkan saja luka ini begitu berdarah, begitu
menganga. Walau bukan aku sendiri yang melukainya. Karena kau tau, ini akan
mengakhiri segala sakitku” tapi kau terus saja menangis, padahal aku sudah tak
melakukan apapun lagi (hanya menenangkanmu). Dan herannya aku, saat itu kau tak
mencegahku untuk melakukan apapun. Kau hanya bisa menangis. Amal yang cengeng.
Sangat cengeng.
Amal, Apakah
kau takut darah? Apakah kau takut aku ini terluka begitu parah? Aku tak pernah
melihatmu menangis sehebat itu, aku tak pernah melihatmu menangis sebahaya itu.
Kau memang cengeng, sangat cengeng. Hingga akhirnya kau berhenti menangis. Saat
aku sudah benar-benar tak bisa lagi menenangkanmu, sekarang. Untuk waktu yang
sudah aku tinggalkan.
Bagaimana Kesedihan yang Sebenarnya
albumhitam
2:39:00 PM
air mata, albumhitam, bibir, cemas, cinta, dada, duka, gelisah, kesedihan, lahir, langit, mata, perasaan, puisi, pundak, sajak, sayang, sebenarnya, sedih, tubuh
No comments

mungkin kau tak pernah merasakan bagaimana kesedihan yang
sebenarnya
sampai-sampai kedua mataku sudah tidak tahu lagi caranya
untuk mengeluarkan air mata
kau tiba-tiba datang dari arah utara
menantiku dari kejauhan dengan penuh rasa duka
aku menujumu dengan tak berlari, dengan tak tergesa
—dan apakah kau mengerti kesedihan itu seperti apa?
mungkin kau tak pernah merasakan bagaimana perasaan yang
sebenarnya
sampai-sampai sepasang bibir ini tiba-tiba diam tak
menimbulkan suara
waktu selalu saja seperti ini
selalu saja, selalu saja
membiarkan yang jatuh tetap ke bawah
ke bawah, ke bawah hingga terbentur tapi tak berdarah
langit juga tau sebelumnya
beberapa hujan telah turun deras
dan sepasang mataku yang telah lahir
beberapa tetes air mata yang tak terlihat di pekat kabut
aku ingin membuka tubuhmu sebenarnya
dari sunyi air terjun di salah satu pasang mata
aku ingin membenamkan kepala di pundakmu
sebagai gelisah, cemas, atau apa saja
(kau masih melapangkan tangan, dan membuka dada)—hanya
mungkin memang kau tak pernah merasakan bagaimana yang
sebenarnya
Sunday, January 19, 2014
Ketika Pagi Begini
![]() |
picture is taken from here |
Ketika pagi begini. Saya ingin mengucapkan
sebuah terimakasih kepada telinga kanan kau. Membisikannya penuh lembut kepada kau.
Yang dimana saat itu kita sedang menatap langit-langit kamar yang laut, yang selalu
saja membuat kita tenggelam sesaat sebelum kita sama-sama tertidur .
2014
albumhitam.com
—tidak. biasanya saya
yang terlebih dahulu tertidur, Kau selalu mengusapkan tangan kau dengan lembut
ke tangan saya. Mengisi ruas-ruas jemari saya yang dingin, dengan penuh kehangatan.
Mungkin kau terlalu paham bagaimana udara tadi siang begitu berisik, dan bagaimana
sepasang tangan saya yang tak lelahnya memberi kabar kepada kau lewat
berjuta-juta pesan singkat. Saya selalu menyuruh kau untuk tidur terlebih
dahulu, dengan ciuman saya di kening kau. Kau itu sungguh sangat terlalu manis, saya selalu membayangkan senyuman kau, kapanpun, dimanapun (apalagi jika saat seperti ini). Senyuman kau itu yang
selalu saya anggap paling menghipnotis diri saya selamanya. Kemudian kau
memejamkan mata sebentar. Setelah itu kita saling menangkap mata kita yang
tiba-tiba basah air mata.
Ketika pagi begini. Kau selalu merengkuh
tubuh saya dengan sangat eratnya. Saya tau, kau terlalu lemah untuk sebuah
dingin (saya-pun juga). Dan saya balas rengkuhan itu dengan melingkarkan tangan
saya ke pinggang kau. Padahal selimut kita sudah cukup tebal untuk menghalau
dingin, tapi saya tidak mengerti mengapa ketika kau tidur, Kau selalu
melepaskannya dan menggantinya dengan tubuh saya. Saya tak suka dengan cara kau
memperlakukan saya. Krena yang lemah untuk sebuah dingin itu saya, bukan kau. Saya
juga ingin memeluk tubuh kau terlebih dahulu, lalu kau membalasnya. Tapi
tidaklah apa. Bagaimanapun juga, saya menyukai apapun dari kau, ya! apapun itu.
Dan harus perlu Kau tau, setiap malam saya selalu suka melihat senyum kau saat
tertidur (saat memeluk saya, seperti ini; mungkin kau sedang bermimpi indah). Bagi
saya, itu adalah senyuman paling polos, senyuman paling tulus dan senyuman
paling unik yang tidak dimiliki perempuan manapun selama saya bersama kau.
Ijinkan saya memiliki senyuman kau.
Ketika pagi
begini. Saya tak ingin menyingkap tubuh kau, Saya ingin terus merasa hangat dan
tidak merasa sendiri. Tapi tiba-tiba pagi tenggelam, lalu kau selalu menangisi saya
sebagai sebuah nisan yang berlumut.
Saturday, January 18, 2014
Tuesday, January 7, 2014
Cintailah Aku, dengan Sengaja
![]() |
picture is taken from here |
“Pernah ngebayangin nggak, kita yang sama-sama dicap
gonta-ganti pacar. Pada akhirnya kita itu nikah, yang nantinya kamu jadi istri
aku, aku jadi suami kamu”
“Helooo, mikir apaan kamu Mat. Atau jangan-jangan kamu
lagi kesurupan? Hadaw, disini nggak ada dukun sunat Mat. Heloo...heloo... Nikah
dari Hongkong. Lagian itu kan ulah mereka aja yang syirik sama kita Mat? Udah
ah cuekin aja. Kaya biasanya kamu selalu cuekin aku kalo lagi sama Rara”
“Hahahaa... bener dugaanku. Jawabanmu nggak jauh beda
dari tebakan aku tadi. emang bener kata orang, Kamu orangnya memang gampang
ditebak. Apalagi dengan tempat bedak kosong yang selalu kamu bawa. haha dasar
kaca!!!”
Warkop (warungkopi) di pelataran ruko pinggir jalan yang
sudah mulai tutup. Adalah salah satu tempat yang biasa, atau bahkan terlihat
kumuh bagi kebanyakan orang, atau bagi para abg-abg labil yang kerjaannya cuma
update status nggak jelas. Tapi terkecuali bagi mereka berdua. Rama dan Rum,
yang sudah sahabatan semenjak mereka saling ejek di sekolah dasar. Mereka
selalu saja menganggap warkop adalah tempat yang asik dan ‘bebas’. Mereka
selalu bisa tertawa sepuasnya, saling ejek satu sama lain. Tanpa harus melihat
sekeliling yang dipenuhi orang-orang yang sedang berbelanja di mall. Atau tanpa
harus melihat sekeliling yang dipenuhi orang-orang sedang melumat sphagetty dan
semacamnya. Atau tanpa melihat bon yang nggak pernah bersahabat dengan imam
bonjol-imam bonjol yang berderet rapi di dompet. Bagi mereka, hidup itu nggak
selalu ribet dan jaga sikap. Hidup bagi mereka berdua itu bebas, bebas untuk
memilih dan memutuskan, bebas untuk tertawa tanpa larangan, bebas untuk
menangis kapan saja, bebas untuk menjadi apa saja yang belum pernah dipikirkan.
Tapi bukan berarti mereka nggak punya prinsip sama sekali.
Prinsip itu ibarat sendok, alat untuk mengaduk kopi panas
di warkop. Tapi bukan berarti kita nggak bisa mengaduk kopi dengan hanya
menggunakan sendok saja. Kita masih bisa mengaduknya dengan bungkus kopi yang
baru saja dimasukan ke dalam gelas, lalu digulung-gulung menyerupai dadar
gulung. Dan rasanya juga manis, tergantung seberapa banyak kau masukan gula,
atau tergantung seberapa banyak adukan yang kau aduk dengan bungkus kopi itu.
Tapi bukan ini maksudnya. ini hanya ibarat, hidup tanpa prinsip boleh-boleh
saja. Tapi apa kau mau di aduk dengan sebuah bungkus kopi? Sedang hidup ini
ialah kopi itu sendiri.
Rama dan Rum selalu setia sama pasangan masing-masing.
Walau ujung-ujungnya putus juga. Tapi mereka punya prinsip, bahwa setiap kali
mereka pacaran, mereka anti selingkuh!. Walau banyak teman mereka, menganggap
mereka adalah seorang player. Sebenarnya tidak juga. Mereka itu termasuk orang
yang cepat move on Mereka selalu saja cepat mendapat pasangan lagi setelah
putus, apalagi dengan paras mereka yang cukup lumayan. Bukan semata-mata ingin
menunjukan bahwa diri mereka seorang player, mereka hanya tidak ingin sakit
hati saja dan mengingat-ingat masa lalu. Maka dengan berpacaran—jatuh cinta
lagi—membuat mereka berhasil move on
“Cinta itu selalu ribet, ya gak sih Mat?”
“Kenapa Ca? Putus lagi? Halah, lagian kamu juga kan yang
mutusin dia. Udah diminum dulu tuh kopinya. Takut dingin”
“Ini bukan masalah siapa yang mutusin. Ini masalah rasa.
Apa kita akan kaya gini terus ya Mat? Ngejalanin cinta yang emang cinta, tapi
malah ujung-ujungnya cuma sementara aja dan nggak berlangsung lama. Apalagi
dengan kata-kata temen yang nggak ngenakin kaya gitu. Kita kan cuma lagi cari
pasangan yang tepat dan bener-bener nyaman. Ya gak sih Mat?”
“Hahaa, mulai dah curhat colongannya. Tapi ini udah
hampir jam 10 malem. pulang aja yuk... aku juga nggak enak nyuri anak orang
sampe malem gini”
“Ah nggak asyik kamu Mat, bisa nggak si nggak ngalihin
pembicaraan. Kaya kamu nggak tau Ibu aku aja. Dia kan tau kamu Mat. Secara udah
dari SD kita temenan. pasti Ibu percaya lah sama kamu. Kalo kamu bakal jagain
aku dan nggak nggak berani macem-macem. Udah pesen kopi satu lagi aja dulu, aku
pengen cerita nih. Mumpung lagi sama kamu juga Mat” tawar Rum kepada Rama
dengan sedikit berharap
“Okedeh.. tapi ntar kalo akhirnya aku dimarahin. kamu
yang jelasin semua ya? Dan nggak pake acara nangis-nangis segala. ok” Rum tidak
pernah menangis di depan Rama, apapun alasannya. Jika Rum punya suatu masalah,
ia akan cerita dengan tenang dan tanpa air mata. Karena ia tau, Rama sangat
tidak suka dan tidak ingin melihatnya menangis tepat di depan matanya. Dan jika
saat itu terjadi, Rama akan berubah seperti seorang polisi yang siap menembakan
pistolnya kepada siapa saja yang ia anggap sebagai penjahatnya. Tentu, Ia akan
sangat marah.
“Iya, iya Mamatku. Eh, kita udah jarang ya ngalamin kaya
ginian. Apalagi semenjak masuk kampus. Kita terlalu sibuk sama pacar
masing-masing. Selama puluhan tahun sahabatan, kamu tau nggak si, kita nggak
pernah ada bosennya ya? Dan kamu nggak sama sekali ngerubah sikap kamu satu pun
sama aku. Selalu aja ‘ngrocos’ dan cerewet seperti biasanya. Nggak ada yang
bisa kamu sembunyiin, kamu selalu terbuka sama aku. Makanya aku juga gitu sama
kamu. Biar kita sama. Ya nggak si?” pukau Rum pada Rama. mereka sekarang memang
sudah terlihat jarang nongkrong di warkop. Yang dulu, sebelum akhirnya mereka
fokus ke skripsi, mereka selalu saja hampir tiap hari menyempatkan diri. Minum
kopi bersama di warkop bang Jiwan di pinggir jalan sudirman.
“Bang Jiwan. Kopi kereta api dua lagi ya bang. Jangan
panas-panas cukup anget aja, kaya biasanya ya bang. biar bisa langsung diminum
gitu. Ini si Kaca katanya mau nginep disini. Haha.”
“Siap mas Rama!! laksanakan!!” balas bang Jiwan
“Ah udahlah nggak usah ngebahas kaya gituan. Udah kamu
mau cerita apa? Pacar kamu yang baru aja kamu putusin itu?” Rama kembali pada
percakapannya dengan Rum, sambil mengambil sepasang cangkir kopi yang baru
dibuatkan bang Jiwan. Dan mengambil beberapa tusuk sate kulit dan sate usus,
kesukaan mereka berdua sebagai bahan cemilan.
“Iya Mat” Rum menyenderkan kepalanya di pundak Rama.
sambil dimakannya sate kulit kesukaan Rum. Rama balas sandaran itu dengan
melingkarkan tangannya di pinggul Rum dari belakang. Suasana mungkin mulai
terasa romantis. Dengan di mulainya dialog yang mulai terfokus. “Randi itu
ternyata sama kaya cowok-cowok lain mat. Tapi bukan brengseknya. Dia nggak
brengsek kok mat, dia baik. Baik banget malah. Tapi yang paling aku nggak suka
dari dia dan cowok-cowok lain yang pernah aku pacarin. Dia itu sama-sama selalu
ikut-ikutan, nggak punya prinsip dalam hidupnya. Cakep si, tapi nggak pernah
fokus sama hidupnya sendiri. Cuma bisa ngikutin yang lagi trend aja. Gimana
bisa nanti kedepannya, kalo berjalan di jalannya orang lain.”
“Maksud kamu Ca? dari pernyataan kamu. aku masih belum
ngeh ngedengernya”
“Nyaman itu bisa kita dapetin dari siapa aja, bener nggak
sih Mat? Tapi bagi aku, nyaman itu nggak bisa—segitu gampangnya—didapetin dari
siapa aja. Cuma ada orang tertentu yang bisa ngebuat aku nyaman. Seperti
pacar-pacar aku yang sebelumnya. Tapi aku binggung kenapa diantara mereka nggak
ada sekalipun yang punya prinsip. Paling nggak ngelakuin hidup itu bener-bener
ada artinya. Bukan semata-mata untuk ngabisin hidup gitu aja. Contoh ya seperti
tadi aku bilang, hidup itu nggak selalu yang ngikutin trend. Lagi marak apa
kek, ikut-ikutan. Lagi booming apa kek, ikut-ikutan. Bukan aku liat dari sudut
‘fashion’ aja dan lain sebagainya. Tapi aku pandang dari cara mereka itu.
Mereka terlalu respon sama hal yang lagi marak-maraknya. ya itu tadi, bukan
cuma dari sudut fashion. Intinya gini, kalo dari fashion aja dia ikut-ikutan.,
Apalagi yang lain. Apa untuk menjadi seseorang pemimpin, seseorang yang
‘dipandang’ dan dinilai lebih atau bisa dianggap lebih baik oleh orang lain itu
harus—selalu—ikut-ikutan? Pokoknya aku nggak suka cowok yang model begituan.
aku nggak langsung ‘ngejudge’ dengan satu alasan itu ya. Tapi dengan cara-cara
mereka yang selalu aku perhatiin, dan ternyata emang bener. Mereka ikut-ikutan
bukan dari segi fashion aja. Cara mereka bergaul, cara mereka berpendapat, cara
mereka makan, cara mereka memesan kopi, cara mereka begitu mudahnya ngejude
orang lain. Pokoknya banyaklah yang lain sebagainya. 4tahun aku kuliah
psikologi, udah cukup bisa kok nentuin mana yang punya prinsip. Mana yang
enggak. Kaya kamu sekarang ini Mat”
“Ouw...”
“Udah gitu ajah? Emang ngeselin kamu Mat. Bener-bener
ngeselin banget. aku udah ngomong panjang lebar, cuma jawab ouw” Rum ambil
kepalanya menjauh dari pundak Rama. tangannya mengambil secangkir kopi yang
sudah mulai dingin di meja. Ia tenangkan dirinya dengan meneguk kopi
pelan-pelan dengan sedikit irama. Sebenarnya Rum kesal, tapi bagaimana lagi. Ia
tak bisa berbuat apa-apa, Rama memang begitu orangnya.
“Aku ngerti kok, inti kesimpulan dari omongan kamu itu
seperti ‘bukannya jadi diri sendiri itu keren?’ iya kan? Udah ah ayok pulang. aku
nggak mau Ibu kamu khawatir lebih lama.”
“Yaudahlah, kamu emang masih sama kaya dulu. Nggak peduli
sama masa lalu seseorang walau baru kemarin dilalui. Tapi kamu lebih peduli dan
lebih peka jika seseorang itu merasa tersakiti. Walau inti kesimpulan yang kamu
ambil itu emang bener. Tapi, yaudahlah. semoga aja dalam waktu dekat ini Gandhi
nembak aku ya Mat. Aku udah mulai berdarah nih sama panah cinta yang dia
tancepin ke hati aku. Hahaa. Sekalian pengen cepet move on lagi dari Randi.”
“Bodo amat! ayok ah pulang, dan jangan pernah sekali lagi
panggil aku Mamat! Inget itu!”
“Cie cie Mamat ngambek dipanggil Mamat. Bentar ah
pulangnya. Kopi kamu aja masih setengah”
Kebiasaan, kebersamaan, kesetiaan, canda tawa, menangis,
tenggang rasa, dan apapun. Sebagai hubungan entah itu apa. Kita selalu bisa
menangkap, apa saja dari orang lain atau lawan jenis kita entah dari mana.
Hal-hal akan kita tau, bahkan dari ketidaksengajaan. Atau dari sesuatu yang memang
lama kita amati. Sampai pada akhirnya kita tau. Apa saja, dari orang lain atau
lawan jenis kita. Yang kita ingin tau, atau bahkan tidak kita ingin tau, sampai
akhirnya kita tau.
***
Rindu membawaku ke dalam diri kita yang dulu, apalagi
saat kita melakukan hal-hal seperti yang selalu kita lakukan.
“Kau masih saja sedungu dahulu, Mat”
“Dungu, apa maksudmu? Dasar Kaca!”
“Kau bertambah tua saja sekarang ya, semakin pikun dan
semakin pelupa”
“Memangnya kau tidak? Sudahlah, lebih baik sekarang kau
tinggalkan saja kebiasaanmu itu. Bersikaplah berbeda. Untuk apa selalu berkaca,
kau tidak perlu menjadi lebih cantik lagi. Memangnya masih ada yang mau
denganmu?” ledek Rama
“Aawww... sudah aku bilang, jangan suka ngelitikin aku.
aku geli! Dasar Mamat! Lagian siapa yang masih suka berdandan? Melihat kau
tersenyum saja melihatku. Aku sudah menangkap jawaban darimu kalau aku ini
sudah cantik. Hehehee lagian dungu masih juga dipelihara. Sudah aku katakan
bahwa tidak ada uban di kepalamu, tapi kau masih saja memintaku untuk
mencabutinya” balas Rum
“Entah kenapa, tiba-tiba saja percakapan kita di warkop
dulu selalu saja teringat di pikiranku. Semua memang nggak bisa diduga yah...
seperti sekarang ini, entah kenapa aku lebih nyaman dan lebih suka bersandar di
pangkuanmu. Dan menatap sore bersama-sama”
Sore itu warnanya begitu jingga. Menyoroti sepasang mata
mereka, dan secangkir teh tubruk yang Rum buatkan tanpa gula. Uban-uban di
kepala Rama sedang Rum cabuti satu persatu. Di sebuah sofa panjang di balkon
yang menghadap ke barat, mereka sedang mengingat masa lalu. Paha Rum mungkin
adalah bantal terempuk yang pernah Rama rasakan selama hidupnya. Sudah hampir
genap 10 tahun pernikahan mereka, kata-kata yang mereka ingat masih hanya itu-itu saja. tentang
mimpi yang bahkan tidak pernah sekali saja mereka impikan.
2014
albumhitam.com
Monday, January 6, 2014
Yang Menyakitkan
![]() |
picture is taken from here |
1. padahal aku juga tau, kau selalu menghalangiku tak terhitung banyaknya. Hingga dinding yang telah aku hancurkan, kau bangun lagi bahkan lebih tinggi
2. dan semoga kau tau jawabannya. Ini karena, aku tak memiliki seorangpun lagi yang bisa aku percaya. Ini karena, jika aku tak terus mengikuti dan menganggumu. Aku akan sendirian
3. dan semoga saja kau memang tau jawabannya. Semua karena, kesendirian lebih menyakitkan dari pada rasa sakit apapun
.
.
Biografi
M.L.A. Mistam Lahir Duapuluh sekian tahun yang lalu. Belajar menulis puisi dan cerita pendek dari tahun 2010. Saat ini sedang menggemari membaca cerita dan menonton DVD. Buku-bukunya yang telah terbit “Yang Kucintai Selain Puisi (2013)”, “Aku Selalu Bisa Pulang (2014)”, “Apabila Denganmu (2015)", “Lelaki Pejuang Kuota (2016)", “Karena Di Dalam Lubuk Hatiku (2017)". Beberapa puisi dan cerpennya pernah diikutkan dalam beberapa buku “Sepasang Sayap yang Menerbangkan Ingatan (2012)”, “Antologi @puisi__cinta (2013)”, “Laut (2013)”, “Kepak Sayap-sayap (2014)” Sampai saat ini masih aktif membaca dan menulis bersama komunitas Banyuasin. Di blognya mohamadlatif.com ia masih suka menularkan rasa keegoisannya. Saat ini sedang sibuk mengerjakan sebuah buku terbarunya.