Saturday, September 29, 2012

Lalu dimana? Lalu kapan?

Aku pernah hidup satu waktu
dengan perempuan yang menganggap bulan adalah mataharinya
yang menganggap matahari adalah sinar abadiannya
hanya percaya matahari yang kuning
bukan bulan yang seperti purnama yang putih

Aku pernah hidup satu waktu
dengan perempuan yang tak mempunyai kekurangan yang ia anggap
yang tak menganggapku sebagai penggenap
hanya percaya dirinya sendiri yang berdiri
bukan diriku yang membantu menopangnya berdiri

Aku pernah hidup satu waktu
dengan perempuan yang menganggap dirinya itu benar
yang meyakini kebenarannya itu mutlak
hanya ucapan dan dirinya
bukan tulisanku yang membimbingnya

Sekarang, aku hidup diantara dunia yang begitu sempit
mencari diriku sendiri pada setiap perempuan
yang tak menganggap dirinya bukan dirinya sendiri

Share:

Dekat dengan Tuhan

Akan tiada senyum pada sebuah hujan yang jatuh. Dia Tuhan, segala maha yang menciptakan~menghilangkan. Sedang yang aku tahu sebelum ada kita; aku dan kamu masih dua yang belum satu. lalu mendung adalah awal yang harmonis pada setiap yang memulai tangis.

Tintaku secepatnya akan habis, menuliskan apa yang kupuisikan. mungkin denganmu dan seekor kupu-kupu, sebuah tulisan menjadi sangat puitis. dan pantas sebagai kenangan yang takkan bisa berpura-pura lupa.

Pada sebuah kenangan, awan-awan pergi menuruti kehendak yang akan dipenuhi. Aku hanya sebuah nama nanti, tapi tulisanku ini selamanya takkan pernah mati-ingatlah. Hitung saja purnama hingga keseribu, Aku dan Tuhan masih setia menunggu kamu pulang dalam pelukku.
Share:

Friday, September 28, 2012

Sangat Menyenangkan

                                         " Pada sebuah album foto,

              kenangan adalah satu-satunya judul yang bisa kita ceritakan "

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber foto : http://darlenee.deviantart.com/art/Converse-Kingdom-127913243?q=boost%3Apopular%20in%3Aphotography%20converse&qo=105

Share:

Friday, September 21, 2012

Ketidakmampuanku

Aku melihat kau berkata pergi
dengan caramu memalingkan wajah penuh ambisi
dia yang kau sebut sebagai mahkota tertinggi

Ketika aku menatap cermin-aku menangis
seakan ingin menutupinya dengan kosmetik yang tebal
menutup ketidakmampuanku untuk menerimanya

satu kesempatan lagi
dan dikesempatan ini
kau akan melihatku benar-benar menangis tanpa jeda tanpa spasi
aku benar kehilangan

Dan kulihatnya purnama terus berputar
menghilang
datang
pulang
kembali
seperti sistem Tuhan yang menghadirkan rindu saat aku tak mampu

Sebagai lelaki
kepantasan untuk menjadi tegas dan tegar
mungkin hanya ilustrasi yang menggambarkan cerita belaka
sedang yang terjadi-tidak
disaat ketiadaan benar-benar ada-aku ringkih

aku melihat cerita yang selesai
tidak ada tangis lagi
tidak ada tawa lagi
benar kata Tuhan
kita telah usai-tidak ada kemudian
Share:

Wednesday, September 19, 2012

Tinggallah

 


                

                "Aku hanya ingin kau menetap dan tak berusaha pergi"

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber foto : http://saraw-photography.deviantart.com/art/Lock-Me-up-and-Never-Let-me-go-273603164?q=boost%3Apopular%20in%3Aphotography%20lock&qo=129

Share:

Monday, September 17, 2012

Sunday, September 16, 2012

Tak usah berlebihan

Tak usah berlebihan, aku selalu mencintaimu, seperti apa yang telah Tuhan berikan

Tak usah berlebihan, aku selalu mencintaimu, seperti apa yang telah Tuhan takdirkan

Tak usah berlebihan, aku selalu mencintaimu, seperti apa yang telah Tuhan ciptakan

Aku mencintaimu, sesempurna Tuhan telah menciptakanmu, dan tak usah kau rubah. kau selalu cantik
Share:

Friday, September 14, 2012

Sebuah ego

Semoga kata-kata ini yang selalu kau ingat, saat lapang, saat kosong, saat sebab menjadi acuan utama sebuah ego~aku tak bisa berdiri lagi;sungguh

Dan aku memang tak bisa berdiri lagi, entah ini kesungguhan atau hanya tipu daya Tuhan. setauku rusukku itu hanya kamu. dan jika melupakan adalah cara terbaik kenangan memilih jalannya sendiri, ajari aku untuk tidak selalu mencipta kenangan itu. ketidakmampuanku untuk membiarkanmu, bukan seperti kebiasaan cerita-cerita buku-buku tua.

Sebab sebuah ego, yang jatuh dari matamu kedalam tulisan-tulisan ini, juga nadi, juga jantung, juga segala yang menghidupi. Mencintai bukan keharusan sebuah ego, seperti layang-layang yang membujuk angin untuk menerbangkannya. seperti seekor merpati menerjemah cinta pada sebuah surat. aku ini hidup, aku ini kamu~setauku

Sebuah ego yang meninggalkanku, sendiri tanpa tali yang terikat. perlahan menggelinding kedalam palung paling dalam. (apa benar itu kamu?)

Kembali itu bukan hal mudah, mencintai itu juga teramat susah. tapi kau rusukku, sebuah ego di setiap tulisanku~pulanglah
Share:

Thursday, September 13, 2012

Secangkir kopi

Ingin sekali berdansa, dengan ribuan lilin yang siap dipadamkan. dirimu begitu malu mengenakan gaun keunguan dengan manik-manik yang berkilau, menyambutku dengan bahagia yang siap memulai

Lalu jam di dinding seraya mengalunkan musik tik-tak-tik-tak, seperti dua tuts piano yang bergantian menggiring nada. memainkan lagu sederhana, lagu bethoven dengan irama yang sempurna. dan kita masuk ke dalam cerita-cerita~semakin masuk dan bercerita

Hampir jam dua belas malam. semua berawal disini~jas hitam, celah lenganku yang mulai terisi. tentu saja itu kamu, yang sedari tadi di pintu menunggu dramanya mulai dibuka

Dan semua akan berakhir disini~penjaga taman yang sudah lelap. musiknya sudah hampir kehilangan daya menuruti kontrak waktu yang disewa sebelumnya. juga kopi yang sudah habis dan tinggal ampas, terlebih dahulu mengisi mimpi yang belum tertidur. membayangkanmu sungguh membuatku mabuk.

Dan kopiku tak tersisa, menjaga mata yang melamun akan satu hal. yang mengepak sebelum terbang. yang berani sebelum bertindak. entah itu kamu atau apa, atau bahkan cinta
Share:

Cerita Singkat

Mataku berat, seakan ada bandul berjuta karat, berjuta kilo yang mengalun,
sunyi begitu lumpuh, membiarkan hujan terus menetes mengaliri tubuh.
memang Tuhan maha segala adil.

Darahnya jadi biru, mungkin ada seperti air laut yang mengajaknya mati,
atau mungkin ada awan yang membuatnya terbang menemui Tuhan,
entah, aku hanya pedang tak berselimut genggam.

Bersinarlah purnama, jaga matamu dalam kantuk yang menjadi. dan lihat bumi bagaimana menangisimu dengan begitu bahagianya.
Share:

Mungkin cerita menyenangkan

Yang terlewat dari sebuah naskah yang rumit, sepasang detik dan menit, pengikut setiaku. berjalan entah kenal lelah atau entah. mereka lebih suka diam dengan "tik-tak" nya yang berulang. negeri ini tetap menyenangkan yang tak pernah bisa menjulang, memang sepatu butut.

ucap kali keluhan lebih banyak menjadi modus gagalnya sang pegulat di kamar melati, dan ia anggap Tuhan adalah pelarian sederhana yang hakiki,
ah, sungguh tidak ada kasta yang tinggi, semua merendah demi apa yang ia ingini, tapi tidak ketika ia mengenal mati.

belum menulis saja tangannya sudah kotor, belum berbicara saja hakimnya sudah menegor. sekilas janji mungkin? ini hanya cerita fiktif belaka,
yang di ceritakan para aktor dan aktris yang dibayar untuk janji yang siap ingkar-begitulah

cerita satu atap, dan para tokoh-tokoh yang terlalu banyak berharap. menginginkan uang dalam angan yang dingini, bukan mereka, tapi aku-saya-ia
Share:

Saturday, September 8, 2012

Kue kita

"Kalau kita buat kue dengan menangis, pasti nanti yang makan kue kita bakal ikut menangis"
Ibuku memang pandai mengajarinya, bahwa kue asin itu tidak enak.

Seandainya ketiadaan itu bukan takdir, aku akan mencegahmu untuk tidak membuat kue ini lagi.
lupakanlah, seperti balon yang sama-sama kita tiup dan kita terbangkan.

"Jika bagi mereka dokter lebih hebat dari kue-mu, aku akan terus memakan kue-mu untuk tetap hidup,
lalu bertahan sambil mencicipi manis dan asin air matamu yang tumpah"

Aku memang suka kue, apalagi saat kita bersama-sama menumpahkan asin. belajar membuat lukisan di masing-masing pipi yang menangis.
kebahagiaan mengajari kita hal, mengajari kita membuat kenangan, mengajari kita untuk saling melupakan

"Aku baik-baik disini, menghabiskan kue-mu dengan Tuhan"
Share:

Mereka itu tetap tikus

Sungguh semua nampak membisu, mendiamku di pojok kamar dengan pintu terkunci dari luar,
dimana hujan dan seisi alamnya? atau sudah mati di binasakan badut bermata hijau? atau sudah sebagai pengganti kursi-kursi apik di meja petinggi?

Ibu masih santai memasak di dapur, menyajikan berbagai harum-harum daun pandan,
sedang adik sedang bermain monopoli, mengulang kesempatan merauk uang sebanyak mungkin.
melahap satu karung nasi di dalam mulut dan hatinya

matanya tersenyum, bibirnya menangis,
bak penggorengan yang lebar, melelehkan mentega di panas yang membara,
lalu mau kau apakan bumi yang kau anggap roti?

Di kepalanya tumbuh tanduk rusa,
agak hitam kecoklatan, mungkin akan sedikit mengenyangkan dengan selai nanas yang ibu belikan dipasar,
dan dua lembar daun jati juga tanah tawar sebagai pelengkap hidangan penutup
Share:

Kisah monyet dan buaya

Monyet betina menyeringai, satu sisir pisang di curi dari anaknya yang lapar.
Alisnya bahkan bulu-bulu di kepala, sampai sekujur tubuhnya berdiri. menantang hukum yang dikuasai buaya

Baru saja ia tertidur, memimpikan bibir yang menancap pada gigi buaya nakal.
menarik-narik lidah yang dangkal, tersungkur di lumpur yang menunggu kemarau

"Akan ku tantang hukum walau harus mati"

Anak monyet menangis, percuma katanya. hanya demi satu sisir pisang.
bumi menjadi gempa, hujan menjadi petir, dan buku anak sekolah akan berisi merah cerita yang tak lumrah

Buaya mungkin sudah lupa, bagaimana cara menghamili dan meninggalkan.
dan kuasa adalah tempat segala mahkota yang diinginkan semesta,
ya semesta 'kecut' itu, monyet betina menangis
Share:

Sunday, September 2, 2012

cerita yang(masih)bisa bercerita

delapan malam-
Lampu kota
agak remang
di bawahnya pohon sedang telanjang
meneduhkan dua sejoli memainkan peran

sembilan malam-
Jalan kota
sudah sepi
penjual angkringan mempersiapkan saji
penjaja diri mulai siap beraksi

sepuluh malam-
Malam minggu
malam panjang untuk sepasang dara nakal
menjelajahi waktu dari dunia yang dianggapnya palsu
kemudian drama-pun dimulai

sebelas malam-
Ada lelah
ada kantuk
di cangkir kopi yang tumpah pada matanya
kemana ia harus mencari nasi untuk makan anaknya

dua belas malam-
matanya terbangun
seakan ingin mengeluh pada Tuhan
pada cermin di depan matanya
semoga doa adalah setianya cinta yang sebenarnya
Share:

Saturday, September 1, 2012

Apa kau siap dengan ketiadaan?

Stasiun
Tangisanmu mulai ramai
tak usah berjanji kembali
berjanjilah pelukanku ini takkan terganti

Terminal
Aku tak akan pernah memaksamu pergi
tinggalkan saja bayanganmu
agar aku tidak mempermasalahkan rindu

Pelabuhan
anginnya terlalu kencang
Layarnya terlalu ragu mencari tujuan
tak usahlah pergi
percuma angin selalu membawamu kembali

Bandara
1 Jam lagi berangkat
aku tak mungkin menahan
tapi kau menahanku untuk ikut pergi denganmu

Keberadaan
Kehilangan
Ketiadaan
Kerelaan
Sistem hidup yang Tuhan atur untuk menjadikan jawaban
Share:

Kita adalah sandiwara hidup yang nyata

Antarkan aku menuju pagi, dimana rindu tak sekejam malam membuatnya gelap

Antarkan aku meninggalkan malam, hujan yang belum reda, kisah cinta harmoni kunang pemalu, dan mimpi yang selalu menghadirkanmu

Antarkan aku menemui Tuhan, lalu aku bertanya "Atau dia-kah takdirku, Tuhan?"
Share:

Semoga kau berbahagia

Bunga, apa kau sudah tumbuh? dulu, kita semai bersama benih yang kau mau. lalu aku sebagai air yang bijak, mengusir kemarau yang beranjak

 

Bunga, apa kau sudah mekar? atau aku harus menunggu lagi hingga hujan yang kau rindukan itu datang?

 

Bunga, apa kau sudah merah? bagaimana dengan hujan? apa dia memelukmu dengan basahnya? atau menghujamimu dengan petir yang gelegar itu?

 

Bunga, jika kau sudah sesempurna purnama, sudah setinggi mahkota. ingat aku, tempat terbaik kepulanganmu

Share:

Biografi

M.L.A. Mistam Lahir Duapuluh sekian tahun yang lalu. Belajar menulis puisi dan cerita pendek dari tahun 2010. Saat ini sedang menggemari membaca cerita dan menonton DVD. Buku-bukunya yang telah terbit “Yang Kucintai Selain Puisi (2013)”, “Aku Selalu Bisa Pulang (2014)”, “Apabila Denganmu (2015)", “Lelaki Pejuang Kuota (2016)", “Karena Di Dalam Lubuk Hatiku (2017)". Beberapa puisi dan cerpennya pernah diikutkan dalam beberapa buku “Sepasang Sayap yang Menerbangkan Ingatan (2012)”, “Antologi @puisi__cinta (2013)”, “Laut (2013)”, “Kepak Sayap-sayap (2014)” Sampai saat ini masih aktif membaca dan menulis bersama komunitas Banyuasin. Di blognya mohamadlatif.com ia masih suka menularkan rasa keegoisannya. Saat ini sedang sibuk mengerjakan sebuah buku terbarunya.

Hosting Unlimited Indonesia